Manifestasi Klinis, Penunjang Diagnosis dan Tatalaksana Tuberkulosis Paru pada Anak

  • Alivia Rizky Nuriyanto Staf Medis Klinik Pratama Polres Metro Jakarta Utara
Keywords: Tuberkulosis Paru, Uji Tuberkulin, Rontgent Thoraks, Sistem Skoring TB, Anak

Abstract

Infeksi Tuberkulosis paru (TB paru) pada anak menjadi masalah yang sangat mengkhawatirkan karena dapat menyebabkan banyak persoalan, mulai dari kasus kegagalan tumbuh kembang, kecacatan, bahkan kematian. Gejala yang dijumpai pada TB paru pada anak sering tidak spesifik sehingga tidak jarang menimbulkan overdiagnosis dan kemudian diikuti dengan overtreatment. Penegakan diagnosis pasti tuberkulosis pada anak dilakukan dengan cara menemukan kuman Mycobacterium tuberculosis pada sputum, bilasan lambung, biopsi, dan lain-lain. Namun, pemeriksaan tersebut sulit dan jarang dapat dilakukan sehingga sebagian besar diagnosis tuberkulosis anak ditegakkan oleh dokter spesialis anak berdasarkan pemeriksaan gambaran klinis, dan penunjang diagnosis seperti uji tuberkulin (matoux test) dan pemeriksaan rontgen thoraks. Pada sarana terbatas, diagnosis dibuat berdasarkan sistem skoring TB dari Ikatan Dokter Anak Indonesia. Tatalaksana dilakukan 2 tahap, yaitu intensif selama 2 bulan dengan paduan obat Rifampisisin, Isoniazid, dan Pirazinamid. Seterusnya, fase lanjutan, selama 4 bulan, dengan paduan obat rifampisin dan Isoniazid. 

Infeksi Tuberkulosis paru (TB paru) pada anak menjadi masalah yang sangat mengkhawatirkan karena dapat menyebabkan banyak persoalan, mulai dari kasus kegagalan tumbuh kembang, kecacatan, bahkan kematian. Gejala yang dijumpai pada TB paru pada anak sering tidak spesifik sehingga tidak jarang menimbulkan overdiagnosis dan kemudian diikuti dengan overtreatment. Penegakan diagnosis pasti tuberkulosis pada anak dilakukan dengan cara menemukan kuman Mycobacterium tuberculosis pada sputum, bilasan lambung, biopsi, dan lain-lain. Namun, pemeriksaan tersebut sulit dan jarang dapat dilakukan sehingga sebagian besar diagnosis tuberkulosis anak ditegakkan oleh dokter spesialis anak berdasarkan pemeriksaan gambaran klinis, dan penunjang diagnosis seperti uji tuberkulin (matoux test) dan pemeriksaan rontgen thoraks. Pada sarana terbatas, diagnosis dibuat berdasarkan sistem skoring TB dari Ikatan Dokter Anak Indonesia. Tatalaksana dilakukan 2 tahap, yaitu intensif selama 2 bulan dengan paduan obat Rifampisisin, Isoniazid, dan Pirazinamid. Seterusnya, fase lanjutan, selama 4 bulan, dengan paduan obat rifampisin dan Isoniazid. 

Pulmonary tuberculosis infection in children is a very worrying problem because it can cause many problems, ranging from cases of growth failure, disability, and even death. Symptoms found in TB in children are often atypical, so it often leads to overdiagnosis and then followed by overtreatment. Determination of a definite diagnosis of tuberculosis in children is finding the Mycobacterium tuberculosis in the sputum, gastric rinses, biopsy, and others. However, this examination is difficult and can rarely be done so that most pediatricians have made the diagnosis of pediatric tuberculosis based on the clinical picture examination, and diagnostic support such as the tuberculin test (matoux test) and chest X-ray examination. In limited facilities, the diagnosis is made based on Inodonesian Pediatrics Society’s TB scoring system. The treatment was carried out in 2 stages, intensive phase, for 2 months,  with a combination of rifampisisin, isoniazid, and pyrazinamid. Then, the continued phase, for 4 months, with a combination of the drug rifampin and isoniazid.

Published
2020-11-17